Kala Sahabat Bercerita Tentang Kita

Dipun anggit: Alobatnic

Beberapa pekan lalu, Sidqon main ke Bandung dan mampir ke tempat tinggal saya. Ia datang ke Bandung dalam kerangka mengikuti acara di LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional). Saya nyaris saja ikut acara tersebut andai tak terlalu sibuk mengurusi diri sendiri yang sedang mengalami mental breakdown jilid II. Sidqon datang pada saat yang tepat. Andai ia datang sepekan sebelumnya, saya masih di tanah kelahiran menikmati kebersamaan dengan Tata. Andai sepekan setelahnya, saya tak sedang di Bandung. Sepekan setelahnya Tata keluyuran ke Bogor, Jakarta, dan Tangerang. Kebetulan week end tersebut free time sehingga tak hanya bisa menyambutnya tapi bisa sekalian menemaninya jalan-jalan.

Ia datang ke Bandung untuk mengikuti acara di LAPAN lebih dulu baru kemudian main ke tempat saya. Enak rasanya kalau alurnya begini. Andai dibalik rasanya kurang asik. Selama transit di tempat saya, kami ngobrolbeberapa hal yang menurut saya menjadi ajang perkenalan. Meski saya sudah bertemu Sidqon pada saat tes seleksi masuk MA NU TBS, tapi baru saat itu saya bisa ngobrol empat mata dengannya. Hampir 6 tahun pasca pertemuan kami!

Saya masih ingat saat pertama bertemu Sidqon. Kami satu ruang ketika tes seleksi. Ruangan tersebut saat saya kelas X dipakai untuk kelas X D (dan setelah di-reshuffle untuk kelas X E). Guru yang mengawasi tes seleksi di ruang itu adalah Pak Masykur Mu’in yang notabene adik kelas Bapak ketikanyantri di pondok Balai Tengahan. Ingatan saya turut dikonfirmasi oleh ingatan Sidqon. Tapi saat itu saya sekedar ingat wajahnya saja lantaran kami belum memulai interaksi.

Kami baru memulai interaksi ketika sama-sama menjadi anggota CSS MoRA. Bahkan ketika masa-masa seleksi PBSB pun rasanya tak banyak bicara dengan Sidqon. Wajar saja, saat masa seleksi PBSB bersamaan dengan masa penentuan juara Liga Inggris. Tak ada yang bisa mengalihkan fokus saya dari sepak bola.

Ia masuk ke program studi Ilmu Falak di UIN Walisongo (ketika ia masuk masih bernama IAIN). Saya dan Siqdon adalah dua orang yang disebut tersirat oleh salah satu teman saya melalui diary yang ditulis beberapa tahun lalu. Keyakinan saya terkonfirmasi oleh ciri-ciri yang melekat pada kami yang turut disebutkan dengan jelas. Andai tak menjadi anggota CSS MoRA barangkali akan lain ceritanya.

Kebetulan juga Sidqon masuk ke prodi Ilmu Falak. Saya suka astronomi dan obrolan mengenai astronomi selalu menarik bagi saya even hanya menjadi penyimak pasif sekalipun. Tanpa ada dukungan masa lalu yang klop, Ilmu Falak menjadi semacam titik yang menyatukan kami. Buktinya, saya tak pernah ngobrol soal kuliah dengan sahabat saya yang memiliki masa lalu klop tapi kuliah di prodi yang kurang saya minati.

Hal yang menarik adalah Sidqon termasuk salah satu pengagum Stephen Hawking. Ia bisa mengagumi Hawking dengan waras. Hal-hal yang biasa diperdebatkan sebagian kalangan dari Hawking yang sebenarnya tak ada kaitannya dengan pemikiran Hawking bisa diabaikan Sidqon. Malah kalau terpaksa harus diperhatian, ia bisa menjawabnya dengan argumen yang tak kejam tapi menghunjam. Jleb, kira-kira begitu.

Dari obrolan-obrolan yang makin lama makin tak jelas topiknya ini, saya melihat kalau Sidqon memiliki bakat sebagai pemberontak. Saya menebak Sidqon lahir dari kelompok Shaun The Sheep. Lalu saya tanya tanggal lahirnya. 6 April jawabnya. Persis seperti dugaan saya. Saya tidak menolak mengenai Zodiak. Kalau saya masih menggenggam kuat tradisi weton, rasanya tak sinkron kalau saya ikut kalangan yang anti pada Zodiak. Hanya saja kalau ingin melihat karakter dan memprediksi kehidupan seseorang dengan lengkap, tak cukup dengan Zodiak saja. Bahkan golongan darah pun harus turut menjadi unsur yang dihitung.

Meski kami memiliki banyak kesamaan, Sidqon terbilang “selamat”. Ia cenderung pendiam, banting setir dengan saya yang amat cerewet. Sikapnya yang cenderung pendiam membuatnya jarang menerima hantaman tanpa dasar yang jelas. Beda dengan saya yang lantaran cerewet sering mendapat hantaman yang tidak-tidak. Bahkan ketika Sidqon mengunggah foto bersama saya pun hantaman itu langsung muncul. Meski saya menikmati beragam hantaman itu, rasanya seperti dipijit dan lucu melihatnya.

Selama di Bandung, kami jalan-jalan ke beberapa tempat. Paling lama di Tangkuban Parahu. Sempat juga nongkrong di Gasibu dan menemui teman Siqdon di Bandung Indah Plaza. Kami juga sempat mampir di Gramedia Merdeka. Di Gramedia, ia membeli buku Stephen Hawking yang berjudulThe Grand Design sementara saya membeli buku mantannya Hawking (Jane) yang berjudul Traveling to Infinity.

Untung dia doyan rokok dan kopi, jadi ada sesuatu yang bisa dipakai untuk menemani obrolan kami.

The class of Aries

B.Sn.Pa.180636.080315.20:37

Post a Comment for "Kala Sahabat Bercerita Tentang Kita"