Review Pengajian KH. Maman Imanul haq


      Sebelum jauh ke dalam pembicaraan terlebih dahulu beliau mengajak kepada para hadirin dan hadirat untuk bersama-sama membaca kalimat laailaaha illallah muhammadur rasulullah. Kalimat itu di namakan tahlil, kalau biyasanya di masyarakat ketika ada yang meninggal dunia juga di bacakan kalimat ini, namanya tahlilan. Di dalam al qur’an namanya adalah kalimat thoyyibah. Di pengajian-pengajian juga sering kalimat tersebut di baca biasanya di serahkan kepada yang sepuh-sepuh untuk memimpinya. Di dalamnya ada lafdlul jalaalah Allah, jika jari 5 kita renggangkan, kemudian antara ibu jari dan jari telunjuk di katupkan maka akan membentuk lafadh jalalah Allah, kemudian jika jari kelingking kita turunkan maka akan membentuk kalimat Ilah, jika jari manis kita turunkan juga maka akan membentuk lafadl lahu, dan jika jari tengah kita turunkan juga maka akan membentuk lafadh hu. Semua itu menunjukkan bahwa sanya seorang hamba tidak pernah lepas dari gustinya yaitu Allah SWT, hakikatnya ketika orang sedang belajar, sedang bekerja mencari nafkah untuk keluarga dan bilang “aduuh!!!” karena kesulitan atau kesusahan maka itu adalah merupakan bagian dari dzikrullah. Kembali kepada kalimat thayyibah tadi. Kalimat ini merupakan pokok dari pada tauhid umat islam. Karakter ketauhidanlah yang sekarang menjadi krisis bagi umat muslim di Indonesia, karena apa? Karena bagaimanapun modernisasi adalah suatu hal yang tidak bisa kita tolak, jadi kita harus benar-benar mempunyai karakter katauhidan yang kuat agar nantinya tidak terlena akan gerlap-gerlipnya modernitas.

Menurut gus Dur, “kalau mau menjadi orang besar, maka ia harus mempunyai karakter aqidah / tauhid yang kuat”. Akan tetapi untuk mempunyai aqidah yang kuat maka ia harus fa’lam annahu laailaaha illallaah. Manivestasi arti serta pengamalan kalimat laailaaha illallaah itulah yang harus ia pegangi kuat-kuat. Kalau di pikir-pikir memang lah benar, seseorang tidak akan pernah menjadi orang besar jika dia sendiri pun tidak memiliki karakter aqidah yang kuat, di sini juga bisa di artikan sebagai ‘pendirian yang kuat’ itu lah yang harus ada pada diri pemimpin atau tokoh besar. Karena bagaimanapun sebelum menjadi tokoh maupun pemimpin besar yang selalu di harapkan oleh umat ia terlebih dahulu harus menempuh rintangan panjang, banyak bisikan-bisikan yang menjerumuskan di kanan kirinya, dan bahkan musuh-musuh yang memang dengan segala ucapan ataupun usahanya sengaja ingin menjatuhkan, oleh karena itu jika dia tidak punya pendirian yang kuat ataupun aqidah yang kuat, bagaimana ia akan menghadapi badai yang siap menerjang di tengah perjalanannya?, bagaimana ia akan menahan terpaan angin kencang yang siap merohbohkanya?, juga bagaimana ia akan meredam segala cemoohan ataupun perlawanan yang bertujuan untuk menjatuhkanya?. Pasti ia akan jatuh, atau pun menyerah di tengah jalan kalau tidak memiliki karakter aqidah yang kuat. Sebaliknya ketika ia memiliki karakter akidah yang kuat maka ia akan pantang menyerah maju dan terus melanjutkan perjuanganya hingga ia berhasil menjadi pemimpin atau tokoh besar yang selalu menjadi harapan serta kebanggaan umat bersama.

Krisis yang ke dua adalah krisis keilmuan. Sangat di sayangkan banyak sekarang bermunculan tokoh-tokoh muda baru yang dengan mudah ber-ifta (mengeluarkan fatwa), mengkafirkan orang dengan seenaknya. Padahal keilmuan pada dirinya sangat perlu untuk di tanyakan. Berasal darimana ia? Dulu sekolah dimana? Nyantri di mana?. Banyak masyarakat yang hanya percaya-percaya buta atau taqlid luar binasa. Dan inilah yang menjadi bahaya jika apa yang sang tokoh katakan serta yang ia lakukan tidak sesuai dengan kaidah keilmuan dalam islam yang sebenarnya, dan ini lah juga yang nantinya menyebabkan munculnya islam garis keras atau islam ekstrim, dimana menimbulkan kesan bahwa islam sangat menakutkan, sangat mengerikan dan tidak toleran. Seruan jihad di mana-mana, yang ia sendiri pun belum tentu paham betul apa maksud jihad sebenarnya. Kasus yang sekarang terjadi adalah Negara Palaestina yang sedang gencar-gencarnya di bom-bardir oleh isra’el serta dedengkot-dedengkotnya, padahal perlu di ketahui bahwasanya di Palestina 50 % yahudi, 20 % adalah Kristen baru sisanya adalah saudara kita orang islam. Sehingga tatkala kita di negeri ini sedang heboh-hebohnya pembelaan kepada palestina, ada seruan untuk jihad, penggalangan bantuan dana sosial dan lain-lain orang barat malah menertawakan kita. Karena sebagaimana tadi di jelaskan bahwasanya ternyata mayoritas di palestina adalah bukam muslim. Maka perlu adanya ketepatan sasaran mana yang harus kita beri bantuan, supaya sesuai dengan apa yang di harapkan bersama. 

Maka sangatlah penting keilmuan bagi seseorang khususnya bagi ia yang statusnya sebagai tokoh. Biar tak seperti kata pepatah ‘tong kosong berbunyi nyaring’ sering ngomong kesana kesini, ini itu tapi tak lain yang di omongkanya hanyalah omong kosong belaka. Seharusnya dalam keilmuan kita bercermin terhadap tokoh-tokoh terdahulu sebut saja syekh Abdul Qadir al jilani, semasa ia belajar di depanya di taruh lah buku, begitu juga di kananya, di kirinya, dan di atasnya sehingga ketika beliau mau tidur beliau kedapatan buku sehingga di bacalah buku itu, ketika ia berbaring juga melihat buku sehingga di bacalah buku tersebut, sehingga selama ia belajar tak pernah sempat ia untuk sekedar tidur. 
Di negeri tercinta ini ada dua titik yang sangat kentara. Pertama: kebijakan kaum elit. Kedua: keputusasaan kaum alit (rakyat kecil). Keduanya merupakan fenomena yang sangat berlawanan antara kaum elit dengan kaum alit. Karena di saat kaum alit (termasuk disini adalah DPR) dengan seenaknya membuat suatu kebijakan yang belum tentu itu adalah suatu kebijakan yang benar, misalnya adalah keputusan untuk membangun gedung DPR baru yang akan memakan triliunan rupiah,  ternyata di sisi lain para kaum alit semakin terjebak ke dalam keputusasaan akan nasib, perekonomian yang rendah, lapangan kerja yang sulit, karena mereka rata-rata adalah pengangguran yang tak berpendidikan sehingga tidak mempunyai ijazah. Maka sangat perlu adanya hubungan yang harmonis antara kaum elit dan kaum alit. Sehingga nantinya tercipta suasana yang akur makmur antara semua elemen warga Negara.

Dan yang terakhir adalah hanya karakter kuat Ahlus sunnah wal jama’ah lah yang mampu menjadi benteng terakhir nan kokoh untuk selalu menjaga kedaulatan yang kuat. Karena menurut Gus Dur sendiri Negeri Indonesia ini tidak akan pernah lepas dengan yang namanya bencana dan keperbedaan. Pertama: Negeri ini tidak akan pernah lepas dari bencana, karena memang geografis Indonesia berada di pertemuan 3 lempeng besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan lempeng pasifik. Yang kedua: Indonesia juga tidak akan pernah selesai dengan ‘keperbedaan’, mengingat di Indonesia terdiri dari banyak budaya dan suku. Semua itu tidak bisa untuk di samakan, akan tetapi semua itu bisa untuk di ajak bersama-sama, bergandeng mesra dalam satu kesatuan Bhineka Tunggal Ika, walau berbeda-beda tapi tetap satu jua, tetap satu tujuan yaitu demi kedaulatan dan kesejahteraan Indonesia. Maka dengan adanya karakter ahlus sunnah waljama’ah yang kuat Indonesia akan punya suatu pendirian yang kuat tak tertandingi, mengingat Indonesia adalah Negara dengan warga muslim terbanyak, ketika kita bersatu padu maka Negara kita akan jaya digdaya.  Wallahu a’lam….

*Disampaikan saat pengajian akbar dalam rangka Harlah Css MoRa IAIN Walisongo Semarang, 14 Desember 2012 M / 1 Shafar 1434 H


Post a Comment for "Review Pengajian KH. Maman Imanul haq"