Men'tasawuf'kan Hukum di Indonesia

Krisis Spiritual Bangsa
            Kita sering melihat, mendengar, dan menyaksikan terus menerus di media masa, baik cetak atau TV kejadian-kejadian di masyarakat yang sering membuat kita terheran-terheran saking terheranya kita sampai gumun setengah tidak percaya  terhadap berita-berita yang disajikan di dalamnya. Terutama setelah reformasi tahun 1997, dimana ada kebebasan pers dan kebebasan mengemukakan pendapat. Hampir setiap hari kita bisa dengan mudah menemukan berbagai macam bentuk berita yang menyajikan berbagai macam bentuk kekerasan, anarki, pemaksaan kehendak, terorisme, pengrusakan, pembunuhan, pemerkosaan, tawuran antar anak sekolah, hingga kejahatan kaum elit ‘korupsi’ yang kian akrab beritanya di telinga rakyat jelata.
            Dalam kenyataanya, semakin kesini kejahatan dilakukan semakin sadis tanpa pandang bulu. Tanpa pandang lawan maupun kawan, dilakukan oleh orang tua hingga anak-anak kecil yang seharusnya tanpa dosa. Segala sesuatu pun bisa menjadi alat pembunuh yang mengerikan tanpa perduli hukuman yang nantinya akan mereka terima. Pengobaran emosi individu dan kelompok yang jauh dari norma-norma etika dan moral sudah menjadi barang biasa. Di lingkungan politik pemerintahan pun, sikap saling jegal menjegal, saling fitnah sudah biasa bahkan dianggal sebagai hal yang wajar. Sehingga seakan-akan politik menghalalkan segala cara yang sebelumnya diharamkan oleh agama, na’udzubillah.

            Keadaan sudah semakin demikian menghawatirkanya. Tayangan-tayangan di TV, surat kabar, radio-radio, yang tak henti-hentinya menyajikan peristiwa-peristiwa tragis merupakan gambaran real terhadap apa yang sedang menimpa masyarakat kita. Menyadari begitu parahnya krisis moral dan spritual yang terjadi, bagaimana sebenarnya peran agama? Bukankah mayoritas besar penduduk Indonesia ini adalah beragama muslim, yang mana Islam dikenal merupakan agama yang penuh kasih sayang, cinta damai, serta toleran. Dan bagaimana sebenarnya peran ajaran tasawuf dalam hukum di Indonesia?.

Peran Tasawuf dalam Hukum di Indonesia
Hukum dalam kamus Oxford English Dictionary,  adalah “kumpulan aturan, baik sebagai hasil pengundangan formal maupun dari kebiasaan, di mana suatu negara atau masyarakat tertentu mengaku terikat sebagai anggota atau sebagai subyeknya”. Dalam konteks Indonesia hukum mewujud dalam bentuk Undang-undang, semua aturan main mencakup segala sisi kehidupan masyarakat diatur di dalamnya.. Baik yang bersifat keperdataaan maupun pidana. Semua warga negara harus tunduk pada aturan tersebut. Sedangkan tasawuf sendiri merupakan salah satu cabang ilmu islam yang menekankan dimensi batin atau spiritual.

Ajaran tasawuf begitu kompleks, begitu luas seluas kehidupan manusia itu sendiri. Ajaran tasawuf memang lebih menekankan aspek esotheris (sifat bathiniyah) daripada aspek eksotheris (sifat lahiriyah). Namun ajaranya hidup dan menghidupi disetiap gerak langkah manusia. Sebagaimana hukum yang memiliki tujuan berssifat universal seperti  ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat begitu pun dengan ajaran tasawuf. Ajaran tasawuf mengajarkan kepada ketenangan batin, kebahagiaan jiwa serta kedamaian sesama. Termasuk dalam ajaran tasawuf tidak hanya membahas interaksi sosial antar sesama manusia (hablum minannaas), melainkan juga interaksi manusia terhadap Tuhanya (Hablun minallah).

Banyaknya tindak kekerasan serta berbagai macam bentuk tindakan kriminal yang terjadi akhir-akhir ini merupakan bukti krisisnya moralitas masyarakat lebih-lebih spiritualitas. Banyak aturan-aturan hukum yang di langgar, contoh kecil adalah aturan dalam berlalu lintas. Kebanyakan orang menaati aturan tersebut lebih karena keterpaksaan ataupun karena ada pengawasan pihak kepolisian sehingga mau tidak mau ia harus tunduk pada aturan tersebut sehingga ketika dirasa ‘kondisi aman’ maka tanpa pikir panjang ia akan menerjang aturan itu. Berbeda ketika ia sudah pernah ber-tasawuf, dalam prakteknya ia tidak hanya menaati aturan lalu lintas karena keterpaksaan, akan tetapi sudah berdasarkan kesadaran diri. Ia sadar melanggar lalu lintas akan membahayakan, tidak hanya membahayakan orang lain juga membahayakan diri sendiri.

Sekali lagi ajaran tasawuf begitu kompleks, tidak terbatas pada ruang dan waktu. Sehingga tidak ada pengaburan makna ataupun manipulasi dalam hal interpretasi. Kita mengenal ada tiga pasak utama, yakni iman, islam dan ihsan. Dalam hal ihsan inilah sebenarnya pokok dari tasawuf,  ada sebuah hadis yang mengatakan.
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. . .
 “ Ihsan adalah bahwa engkau menyembah Tuhan seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihatn-Nya, maka (engkau harus menyadari bahwa) Dia melihat engkau”.

Kita bisa menderivasikan makna hadits tersebut kedalam suatu makna yang lebih luas. Kalau secara redaksional hadits diatas mengatakan bahwa ihsan yaitu beribadah kepada Allah  seolah-olah kita melihat-Nya, dan jika kita tidak melihatn-Nya, maka sesungguhnya Dia melihat kita. Hali ini erat kaitanya dengan ketakwaan, dalam artian Takwa adalah menaati segala perintah Allah dan menjauhi segalz larangan-laranganya. Arti Takwa juga dapat digunakan untuk menaati hukum-hukum yang berlaku di negara kita, segala macam kewajiban maupun larangan-larangan-nya.
Allah telah berfirman di dalam al-Qur’an surat An nisa’ ayat 59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”

Jadi jelas keberlakuan takwa, tidak hanya terbatas pada norma-norma agama, namun juga dalam pengertian yang lebih luas sebagaimana hukum-hukum yang berlaku di negara kita. Menarik ketika kita membaca pendapat Gus dur, "Kita ini sebenarnya orang indonesia yang kebetulan beragama Islam. Bukan orang Islam yang kebetulan berada di Indonesia." Memang benar bagaimanapun islam kita, tetaplah sebagai warga negara Indonesia yang harus menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan bersama.

Tasawuf merupakan the power of control law, merupakan kontrol bagi tegaknya  sebuah hukum. Eksistensi tasawuf amat diperlukan demi seimbangnya arus kehidupan di dunia khususnya di negara Indonesia ini, sikap intelektual tidak akan memberikan manfaat tanpa dibarengi sikap spiritual. Dengan begitu semoga semua pihak tanpa peduli masyarakat kelas bawah maupun kelas atas bisa mempraktekan ajaran tasawuf ini. Karena dalam keadaan serta situasi apapun tasawuf tetap ada menyertai setiap tindakan manusia. Wallahu a’lam.

Post a Comment for "Men'tasawuf'kan Hukum di Indonesia"