Gunung Lawu Menjadi Saksi Kisah Tujuh Serangkai Ini
Tokoh-tokoh:
Aku yang paling cuaem sendiri ini #eaa J -Ojok protes, seng
nules kok :p-, Ishom si kepala suku, Halim Ibu suku, Ilmi yang kadang-kadang juga bisa merasa kayak cewek, Gojel yang memiliki
anugerah otak cina, adek kita paling bandel si Zul, dan Kohar yang sekarang
gantian menjadi kepala suku.
Kisah ini berawal dari obrolan singkat di kantin dakwah,
kala itu kepala suku KOMINFO mengajak warganya untuk rembugan kemana kita akan
jalan-jalan. Kita sepakat untuk jalan-jalan ke suatu tempat dimana
masing-masing dari kita belum pernah kesana. Kurang lebih begitu. Finally, tercetuslah
ide untuk muncak di Gunung Lawu.
***
Sabtu, 2 Mei 2015 Pukul: 09.00 WIB
Kontrakan kliwonan menjadi start pemberangkatan kami.
Sebelumnya H-2 pemberangkatan, rencana ini sempat goyah akan jadi. Mengingat
ada kabar bahwa Halim sama Ilmi sakit. Namun setelah dikonfirmasi lagi ternyata
keduanya siap, dan dalam keadaan baik. Tidak sampai disitu, H-1 pemberangkatan,
laptop Kohar dicuri –yang sabar ya har-
dan dia juga sudah minta izin tidak bisa ikut muncak karena mau ngurus laptop
katanya. Namun setelah dicarikan solusi, akhirnya kohar pun jadi ikut.
Rencana awal pemberangkatan pagi, jam 08/09-nan lah dari kontrakan kliwonan ke base
camp cemoro sewu yang ada di Magetan Jawa Timur.
Namun karena menunggu Kohar ngurus laptopnya, pemberangkatan baru bisa
dilakukan habis dhuhur.
Kami berangkat dari kontrakan berdelapan, dengan satu
tambahan orang –temenya si zul- Muis. Kala itu suasana lagi keadaan
mendung-mendung gerimis. Meski demikian tidak bisa melunturkan jiwa insan yang
kadung saking semangatnya ini #eaa. Akhirnya cuss lah memulai perjalanan.
Estimasi waktu tempuh sekitar 4-5
Jam. Ternyata, e’ o’ ... Sekitar pukul 22.30 WIB malam baru sampai di base
camp cemoro sewu –Banyak insiden dan hambatan yang mengahadang #hheu- .
Sebelumnya, di Manahan Solo kita sempat makan malam terlebih
dahulu. Disamping perut sudah berkohar-kohar karena lapar, itung-itung juga bisa
sekalian bisa istirahat. Saat itu jam menunjukan pukul 18.45 WIB, kami makan di
Gondang, Manahan, Solo. Di sini kelihatan dari lauknya muka-muka siapa saja
yang gak bawa duit banyak xD.
Habis makan, kita masih ada agenda CeODean di UNS
(Universitas Negeri Sebelas Maret) Solo. Di sana kita ketemu sama Ndandun yang
minjemin kita tenda, tepatnya di masjid UNS. Masuk masjidnya, aku sudah tidak
lagi bisa mbandingin dengan masjid kampusku – Bagusnya terlampau bedah jauh
brooo ..hha-. Akhirnya kita sekalian salat terlebih dahulu, sekalian
bersih-bersih muka. Tak dikira ternyata Ndandun juga ikut kami, sehingga total
rombongan kita bertambah menjadi 9 orang.
Pendakian Lawu dimulai tepat Pukul. 24.00 WIB -horor banget kan?-. Tiket
masuknya Rp.10.000,- @org, sedangkan untuk parkir motor Rp.7.500 @motor utk
sekali 24 jam. Malam itu parkiran base camp cemoro sewu terlihat sudah banyak motor-motor yang parkir –maklum, malming-.
Udara di base camp cemoro sewu sudah cukup membuat kami harus memakai
jaket. Sebelum naik terlebih dahulu kami berdoa terlebih dahulu dengan dipimpin si Zul. Yang lain mengamini.
Pos 1 menjadi tujuan pertama kami. Terlihat
dikejauhan juntaian arakan pepohonan. Meski gelap mudah ditebak bahwa itu
adalah pohon cemara. Trek menuju pos 1 masih agak landai dengan sedikit
tanjakan. Setelah menempuh sekitar satu jam -saat itu pukul 01.00 WIB-, kami
berhasil sampai di pos 1. Namun kami memilih untuk terus melanjutkan pendakian.
Menembus dinginya malam gunung Lawu |
Trek setelah pos 1 menuju pos 2, membuat otot betis kian mengencang. Tidak
hanya tanjakan panjang, namun medan yang mulai bergelombang. Berkali-kali kami
terpaksa harus break (bc: istirahat), sembari istirahat sambil minum
atau makan logistik yang kami bawa. Diantaranya adalah roti tawar, susu,
Mie instan dan air tentunya. Kerlip bintang seakan bertebaran indah di bawah
sana. Semilir angin malam Gunung mulai terasa amat dingin di ketinggian sini.
Perjalanan menuju pos 2 ternyata lebih lama daripada
perjalanan dari base camp - pos 1 sebelumnya, tercatat lebih dari 2 jam perjalanan
sebelum akhirnya sampai di pos 2. Terlihat para pendaki lain banyak yang pada
mendirikan tenda di sekitar lokasi pos 2 ini. Namun lagi-lagi sampai di pos 2,
setelah sapa menyapa dengan pendaki lain kami memilih untuk meneruskan kembali
pendakian. Belum jauh meninggalkan pos 2, medan terasa makin berat, kemiringan
medan makin curam dengan batuan-batuan yang tak rata. Berkali-berkali kita harus
break, meski baru berjalan hanya beberapa meter saja.
Malam itu, udara malam gunung lawu semakin mengganas, angin
dinginya menggerogoti seluruh tubuh. Tak pelak jaket tebal yang kita kenakan
pun tak mempan untuk menghalau ganasnya dingin udara malam gunung lawu.
Sebenarnya rasa dingin akan sedikit berkurang bila mana kita dalam kondisi terus mendaki, justru ketika sedang berhenti, maka dinginya udara akan semakin terasa.
Semakin lama berhenti semakin berat tubuh merasakan dingin.
Tidak lama setelah berhasil melewati pos 2, Halim meminta
untuk break, terlihat dia sudah mulai kesulitan untuk berjalan. Nafasnya
tersengal-sengal, hingga butuh tabung oxygen untuk membantu pernafasan.
Akhirnya semua rombongan juga turut berhenti dan istirahat. Waktu itu jam
menunjukan pukul 03.15 WIB. Sebentar lagi fajar akan tiba. Udara dingin gunung Lawu semakin menggila. Setelah
beberapa waktu, kondisi Halim tak kunjung membaik. Akhirnya diputuskan kita
akan istirahat (baca:tidur) sebentar. “Ya dah kita istirahat, jam 04.00 WIB kita
naik”, kata Ndandun.
Semua pada mencari posisi PW (posisi wenak) untuk tidur. Sebut saja Kohar,
dia paling asik klo tidur, cukup duduk sila sama buntelan sarung baginya sudah cukup
untuk tidur nyenyak. Ilmi, dia entah kenapa saat itu malah mondar-mandir,
naik-turun gak jelas, mungkin iri sama halim kali ya, gak ada yang merhatiin
:D. Gojel, dia juga terlihat pulas tidur meski cuman dengan bersandar kepala
pada lutut. Zul, akhirnya dia juga mengaku kedinginan, sama halnya aku yang
juga hanya memakai celana pendek. Ishom, terbaca dari raut wajahnya akan
kekhawatiran yang ia rasakan, mungkin tak satu detik pun perhatianya yang luput
untuk memikirkan kekasihnya. Halim, dia masih saja kesulitan untuk tidur. Akhirnya atas inisiatif Ndandun dan Muis kita dirikan tenda untuk nge-Camp. Kami habiskan sisa malam di gunung lawu di dalam tenda
...
***
Langit secara
samar-samar mulai menampakkan kebiruanya, disusul arakan awan putih yang menghias
cantik di pucuk bukit. Sontak refleks terucap, “Selamat Pagi !!!”J.
Setelah ngemil
makanan sisa logistik, dan memasak mie instan kemudian makan bareng-bareng.
Kami mulai berkemas untuk kemudian turun gunung. Kami sepakat untuk tidak
melanjutkan pendakian. Tidak masalah, meski belum berhasil meraih puncak. Namun
pengalaman serta pemandangan yang berhasil kita abadikan is Amazing !!!!
Lagian, setelah dari lawu, masih ada satu tempat lagi yang akan kami
kunjungi. Tentunya tidak kalah menariknya.
It's Telaga Sarangan. Next post ...Gatok kaca .. hha |
Sama ilmi yang suka heboh itu |
Post a Comment for "Gunung Lawu Menjadi Saksi Kisah Tujuh Serangkai Ini"
Post a Comment